Jumat, 16 Oktober 2015

Menjadi Ibu

Kinanti
Sudah setahun lalu, tepatnya 30 September 2014, saya resmi menyandang status baru yaitu Ibu. Ya..tanggal itu saya melahirkan seorang bayi perempuan cantik 3.1 kg, 48 cm dengan proses operasi cesar. Kebahagiaan itu bukan milik saya seorang, tetapi juga milik seorang laki laki yang sudah sah menjadi seorang Ayah yaitu suami saya dan juga milik Ibu mertua. Karena bayi mungil nan cantik itu adalah cucu perempuan pertama di keluarga suami.

Bayi perempuan itu kami beri nama Kinanti Diandra Arsyfa. Artinya kurang lebih, seorang anak perempuan yang cantik, kuat, sejahtera dan memiliki kemuliaan. Aamiin. Saat ini usianya sudah 1 tahun dan ga bisa diam sama sekali. Mulutnya ngoceh tiada henti dengan bahasa lucu yang bikin saya tersenyum.

Sejak kinanti lahir, dunia saya jungkir balik. Perubahan fisik sudah pasti terlihat. Baby Blues, terlewati dengan sukses. Mata merah lengkap dengan dandanan gotic semakin nyata adanya. Saya pikir, setiap ibu baru pasti merasakan hal ini. Tapi ada satu perubahan yang saya rasakan begitu tajam. Saya semakin cengeng atau lebih mudah mengeluarkan air mata.

Berbeda sekali rasanya saat sebelum memiliki kinanti dan sesudahnya. Contohnya begini. Saat di TV ataupun surat kabar menyajikan kasus angeline  , reaksi saya saat itu adalah menangis sesenggukan dan tak mau mendengar berita apapun mengenai kasus tsb. Kali lain, berita bayi yang dibuang dengan sengaja, pun tak luput dari air mata yang mengalir ketika saya tahu beritanya. Atau ketika salahsatu anak teman sakit hingga perlu perawatan medis di RS, saya tak berani menjenguk. Apalagi berita tentang perang yang memakan korban anak anak. Big NO NO bagi saya mengakses beritanya.

Hal ini tak terjadi saat saya belum memiliki kinanti. Jika mendengar beberapa hal diatas, reaksi saya sebatas ngomel dan marah. Membahasnya dengan teman teman dari berbagai sudut pandang. Habis itu, beres dan menguap entah kemana. Tanpa ada air mata..

Lalu, apakah ini rasanya menjadi Ibu? ketika setiap kedipan matanya tak ingin lepas mengawasi kinanti? ketika setiap malam memandangi wajahnya yang terlelap damai, pun mengkhawatirkan apa yang akan terjadi kelak? Tetap ingin memeluknya hingga tak berbatas waktu? cemas memikirkan dunia yang semakin tak bersahabat? Ketika semua hal didahulukan demi anaknya?

Pantas rasanya jika Rasulullah Saw bersabda "Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

ya..saya merasakan itu. Perubahan emosional ketika status berubah. Menjadi Ibu adalah segalanya.. kekuatan, keteguhan, kelembutan, kepekaan, dan kasih yang berhimpun di sebuah kata Ibu. 

then, I'm blessing for being a Mother... Alhamdulillah

0 komentar:

Posting Komentar

 

Template by Web Hosting Reviews