Sabtu, 08 Desember 2012

Fragmen Cinta Kami

Kisah Mengharukan Seorang Kakak Beradik
Gambar dari Sini



Pagi ini di angkot saya bertemu dengan sepasang kakak beradik  berseragam SD. Sang kakak -anak perempuan, usia kira kira 9 tahun, berkerudung-  duduk bersebelahan dengan sang adik - anak  laki laki, usia kira kira 7 tahun, dengan sepasang telinga besar dan bulu mata lentik-  di angkot yang saya tumpangi. Saya lihat sang kakak memegang sebuah benda mirip papan dada. Tak lama kemudian sang adik meminta benda tersebut lalu sedetik kemudian tetiba marah.

Saya tidak tahu apa yang menyebabkan sang adik marah. Sepertinya ada satu bagian dari benda itu yang hilang. Layaknya seorang adik, kemarahan yang ditujukan pada kakak adalah sebuah kewajaran karena (dalam benaknya) harusnya kakak bertanggung jawab akan semua hal tentang adiknya. Sang kakak perempuan yang menyebut dirinya Teteh, sedikit kesal dan berusaha memberi penjelasan logis tentang benda tersebut dengan serunut dan sedetil mungkin.

Hingga mereka turun dari angkot, sang adik tetap memasang muka kesal sementara Tetehnya turun sambil menuntun tangan sang adik untuk kemudian merangkulnya dan berusaha menenangkannya. Mungkin sang Kakak punya solusi untuk hal yang membuat adiknya marah.

Sedikit kejadian itu mengingatkan akan adik saya yang jarak usianya tak jauh berbeda yaitu 1.5 tahun. Saat SD, kami satu sekolah tapi jarang pulang bareng. Adik saya - sering saya panggil Aa-  adalah sosok yang nakal tapi sedikit penakut. Berbeda dengan saya yang lebih pemberani dan terhitung nekat walaupun saya perempuan.

Karena sifatnya ini pulalah, Aa sering di Bully oleh anak lelaki seusianya atau diatasnya. Sering kali Aa pulang ke rumah terlambat dari jadwal seharusnya dan akibatnya sering kena marah mamah. Dan hebatnya, dia ga pernah membantah walau dimarahi sekeras apapun dan dihukum seberat apapun. Karena kasihan, satu saat saya tanya sebab dia sering pulang terlambat. Ternyata Aa mengambil jalan memutar karena takut di cegat oleh salah satu tetangga kami yang terkenal nakal. Gawatnya lagi, tetangga kami adalah 3 orang kakak beradik dan kesemuanya laki laki. Mereka tidak segan memukul atau menendang jika sudah mencegat.

Saat itu naluri saya sebagai kakak sedikit terusik hingga marah. Tanpa pikir panjang saya lari ke rumah mereka yang berjarak 10 rumah tanpa memakai alas kaki.  Begitu sampai , saya berteriak marah sambil menyuruh mereka keluar dan mengajak mereka berkelahi jika berani. Dan ketika mereka keluar lalu berdiri berhadap hadapan, saya bergeming. Saya tantang mereka karena berani beraninya mengganggu adik laki laki saya. Tangan saya mengepal siap memukul muka atau perut mereka jika tantangan saya diladeni. 

Orang tua terutama mamah, marah besar begitu tahu kelakuan anak perempuannya. Saya kena hukuman tak diberi uang jajan selama seminggu. Dan yang paling mengesalkan bagi saya adalah, mamah mengajak saya bertamu ke rumah mereka lalu meminta maaf karena sudah membuat ribut. 

Hari ini, saya melihat kembali sedikit potongan kejadian masa lalu itu pada kakak beradik yang saya temui di angkot. Persis seperti apa yang saya lakukan dengan Aa. Sedikit berbeda, saat dewasa giliran Aa yang melindungi daan bertanggung jawab terhadap saya dan adik adik yang lain. Saat lampu rumah putus, gas dan  air mineral habis, saya tahu beres. Pun ketika lantai kamar mandi kotor, cucian piring yang menumpuk, selalu Aa yang membereskan.

Bersamanya, bercakap usai beraktivitas di rumah peninggalan orang tua kami sambil melepas lelah. Berselisih paham tentang secangkir kopi dan sebatang rokok yang kerap menemaninya. Berdebat tentang posisi tali jemuran yang selalu salah posisi. Lalu berbincang tentang hari ini, hari kemarin dan hari esok di depan sebuah kotak ajaib bernama televisi.

Empat Puluh hari yang lalu, saya masih mendengar suaranya, melihatnya terkantuk kantuk sambil mendengar murottal qur'an untuk kemudian melihatnya masuk kamar usai Isya. Hingga tiba masanya tanggung jawab saya sebagai seorang kakak usai. Saat saya,  tak bisa melindunginya dari takdir yang mengharuskannya pergi ke Sang Maha Cinta. Mencerabut semua kebersamaan yang selama ini setia menemani keseharian saya. Bersamanya.

Selamat Jalan Dik, semoga kelak kita berkumpul di JannahNya..Amiin

 





0 komentar:

Posting Komentar

 

Template by Web Hosting Reviews