Jumat, 27 Juli 2012

Perempuan itu...

Dulu, saat saya masih SMP, bulan ramadhan adalah bulan yang menyiksa. Alasannya karena saat itu saya sudah dapat 'cuti bulanan' sebagai seorang perempuan alias saya sudah baligh. Lho, bukannya enak karena ga puasa? alasannya sama sekali bukan itu.

Alasan utamanya adalah mamah (almh) mengharuskan saya untuk selalu rutin bangun sahur dan berbuka setiap adzan maghrib bergema. Bahkan dalam keadaan tidak shaum sekalipun. Saat itu alasan beliau hanya satu, biar adik adik saya (laki laki semua) tidak protes saat tahu kakaknya ga ikutan bangun sahur. Jamaknya anak kecil, pasti akan sulit saat dibangunkan makan sahur. Lalu giliran mereka bangun untuk makan, mereka pasti protes begitu tahu kakak perempuannya tidak hadir dan tengah tertidur dengan nyenyaknya. Saat itu karena masih kecil,saya tidak pernah menyadari jika beliau sedikit kesulitan menjelaskan alasan kenapa kakak perempuan mereka tidak shaum. Maklumlah, jaman itu masih sedikit tabu membicarakan hal mengenai perbedaan laki laki dan perempuan dalam konteks reproduksi.

Akibat dari kebijakan beliau yang sedikit tidak adil (pikir saya waktu itu) pada anak perempuannya, maka sejak SMP hingga 2 tahun lalu, dapat dipastikan kehadiran saya saat jam sahur dan buka adalah wajib. Tapi bukan berarti saat siang hari saya tidak makan apapun. Makan dan minum pasti bisa, tapi harus sembunyi dari intaian adik laki laki saya. Kebiasaan ini secara tidak langsung terbawa hingga saat ini. Walaupun sedang tidak shaum, saat di rumah saya berlaku layaknya orang yang shaum. Paling tidak, masih bisa mencicipi menu buka saat di dapur.

Lalu, muncul kejadian yang memutarbalikkan keadaan hingga saya harus mengambil alih peran mama yang selama ini sentral. Saya harus bertransformasi dari seorang anak yang tahu beres ke seorang anak yang harus membereskan semuanya. Bedanya nyata sekali. Kerepotan dunia rumah harus berdampingan dengan dunia kerja yang selama ini dijalani. Jungkir balik, keteteran hingga ingin menyerah timbul teramat sering.

Dan ini adalah shaum pertama tanpa mama, shaum kedua saya meng-handle urusan menu makan sahur dan berbuka puasa lengkap dengan proses yang teramat melelahkan. Saya banyak bersyukur untuk keputusan mamah saat saya kanak kanak itu. Pesan yang tersirat nya baru bisa saya tangkap sekarang : Menjadi perempuan itu berat, maka kamu harus berlatih. Ya, saya berlatih mengesampingkan rasa sakit saat datang bulan dan memilih untuk bangun mempersiapkan sahur. Saya berlatih bertanggung jawab saat rasa letih akibat beban kerja begitu dominan dan memilih bangkit untuk menyiapkan hidangan sahur dan berbuka demi adik adik saya.

Ya, menjadi perempuan itu berat..

0 komentar:

Posting Komentar

 

Template by Web Hosting Reviews