Jumat, 13 Juli 2012

cantik

Saat kecil, saya sering berkhayal bahwa satu saat nanti akan menjadi dokter,astronot, pramugari atau bahkan menjadi professor dengan ilmu mumpuni yang disegani. Tak jarang saat usai menulis di buku harian, selalu tertulis gelar yang berderet di belakang nama saya, seolah olah hal itu akan  terjadi.

Lalu perjalanan hidup mengantarkan saya ke sebuah profesi  jauh dari yang pernah diimpikan. Saya tak menjadi seorang dokter karena ternyata kemampuan haafalan saya buruk sekali dan alasan lainnya adalah menjadi dokter itu mahal alias butuh biaya tak sedikit. Saya tak menjadi seorang astronot karena waktu itu saya tak tahu, seorang astronot  harus mengambil jurusan apa di perguruan tinggi. Apakah seorang astronot adalah seorang pilot yang berpengalaman,  seorang astronom, ataukah seorang ahli matematika? Hari ini saya juga bukan seorang pramugari yang kerap melanglang buana ke belahan bumi lain, bertemu orang dengan warna kulit dan bola mata berbeda. Karena ternyata menjadi seorang pramugari itu harus memenuhi bermacam kriteria fisik yang sebagian besar tak saya miliki. Tubuh saya tidak tinggi, badan saya (saat itu) tidak langsing, dan wajah saya tidak fotogenic tapi alhamdulillah tidak fotoklenik :). Tapi hari ini saya juga bukan seorang profesor dengan gelar berderet di belakang namanya. Karena akhirnya saya tahu, menjadi professor itu susah, sekolahnya pun melalui jenjang yang cukup panjang dan lama. Dan menjadi seorang professor berarti : Cerdas, memiliki kemampuan, integritas, dan kapasitas keilmuan yang diakui. Nah lho?

Saya terdampar di sebuah pabrik atau bahasa kerennya adalah perusahaan manufaktur. Menjadi pekerja pabrik dengan jam kerja strict dengan barometer  untung dan rugi alias uang. Benar benar tidak nyaman. Lepas dari pabrik, saya tercatat sebagai karyawan sebuah institusi pendidikan hingga saat ini, dengan gaji awal yang diterima sebesar 1/5 gaji sbagai pegawai pabrik.

Tapu tunggu, justru diinstitusi yang sekarang saya bisa menjadi dokter, pramugari, dan (insya Allah ) Professor. Tapi tidak untuk astronot :) Di institusi ini saya menjadi "dokter" dengan membuka pintu ruangan selebar-lebarnya untuk konsultasi apapun. Catat ya..Apapun. Baik itu masalah pribadi, tugas akhir, keluarga, keuangan :D Karena berdasarkan pengamatan, anak anak yang bermasalah di kelas, atau bahkan mandeg di Tugas Akhir rata rata memiliki masalah dengan keluarga dan keuangan. Maka teramat sering mereka berbicara bebas dan ngalor ngidul di ruangan mengenai semua aspek hidupnya. Saya membiarkan hal ini karena saya mengerti, mereka butuh teman bicara, yang mau mendengarkan. ya, hanya mendengarkan tanpa meminta solusi. Karena saya yakin, mereka sendiri sudah tahu apa yang harus mereka lakukan.

Di institusi ini saya juga bisa melanglang buana ke tempat lain tanpa harus menjadi pramugari. Dan alhamdulillah, gratis bahkan tak jarang dapet bayaran. Saya pernah ambil cuti hanya untuk jadi pemandu rombongan sebuah lembaga pemerintahan. Selama empat hari melayani kebutuhan makan, akomodasi hingga tak jarang kena maki dan omelan bapak bapak dan ibu ibu birokrat . Bonus dari semuanya, saya bisa snorkling saat acara usai. Dan semuanya gratis :D Alhamdulillah.

Hingga saat ini, saya merasa cukup puas atas semua capaian. Dengan gaji yang tak sebesar saat jadi pekerja pabrik, saya bisa sekolah lanjut, melanglang buana dan berekreasi ke tempat jauh tanpa harus mengeluarkan uang. Mungkin ini rezeki yang barokah itu ya.

Tapi kemudian, saya dihadapkan kembali pada satu kenyataan bahwa sampai kapanpun saya tetap menjadi karyawan dengan jam kerja ditentukan dan gaji yang rutin diterima. Kesadaran untuk mempunyai usaha sampingan ini menjadi opini di sela sela percakapan dengan rekan lain. Ketika akhirnya Allah menunjukkan jalan menjadi pedagang dan alhamdulillah diberi kemudahan dan kelancaran, saya tetap merasa belum puas.

Secara materi, mungkin ada peningkatan. Tapi saya tetap merasa ada yang kurang. Ketika saya mencari dan mencari, ternyata ada impian saya yang belum tercapai. Saya ingin bekerja di rumah. Dan ketika kesempatan untuk membuka cabang sebuah lembaga pendidikan menghampiri, mimpi saya mendekati nyata.

Saya cinta anak anak, menyukai bening bola matanya, menyukai semua celotehan yang keluar dari mulutnya. Saya selalu suka dan cinta dunia mereka. Maka, doakan semoga mimpi ini menjelma nyata dalam hitungan minggu.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Template by Web Hosting Reviews